Bom buku meski kecil berdampak besar secara opini karena bisa menenggelamkan isu yang ada, sekaligus digunakan untuk mendiskreditkan gerakan khilafah.
Di tengah persidangan Abu Bakar Baasyir, masyarakat Jakarta khususnya, dikejutkan dengan adanya temuan bom buku. Awalnya bom buku ini hanya ditujukan ke empat sasaran yakni bekas tempat nongkrong Ulil Abshar Abdalla di Jl Utan Kayu Raya, kantor Gorries Merre di BNN, rumah Yapto (Tokoh Pemuda Pancasila), dan rumah penyanyi Ahmad Dhani.
Salah satu bom buku itu meledak gara-gara dibuka sendiri oleh Kasat Reskrim Polres Jakarta Timur Kompol Dodi Rahmawan tanpa mengikuti prosedur. Polisi ini tangan kirinya luka parah terkena ledakan.
Menurut Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Sutarman, bom itu berdaya ledak rendah (low explo-sive). "Jenis ledakan low explosive. Dari manual kita tercium bau petasan," ujar Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Sutarman di lokasi kejadian. Bom buku di tiga lokasi lainnya tidak meledak.
Teror bom itu tidak berhenti sampai di situ. Setelah itu muncul pula teror sejenis di berbagai tempat. Namun paket-paket itu bukan bom. Ada yang berisi boneka, susu, pakaian bekas, koran, dan sebagainya.
Motif
Hingga berita ini diturun-kan, polisi belum menemukan motif pengiriman paket bom buku ini. Polisi pun belum bisa mengungkap pelakunya. Polisi hanya menyebar sketsa orang yang mengirimkan paket ke kan-tor lama Ulil di Utan Kayu.
Ada kalangan yang mendu-ga bom buku ini sengaja dibuat untuk mengalihkan isu bocoran Wikileaks yang menghantam Presiden Susilo Bambang Yudho-yono. Serangan Wikileaks itu sangat telak.
Bom buku ini juga bisa dikaitkan dengan persidangan Baasyir. Pengamat dari Indonesian Crime Analyse Forum Mustofa B Nahrawardaya, seperti dikutip detikcom (15/3) mengatakan, tujuan aksi ini agar masyarakat mewaspadai gerakan aksi bom oleh kelompok yang diidentifikasikan sebagai kelompok pengikut Abu Bakar Baasyir.
Pengamat intelijen AC Manullang menyebut ini adalah pekerjaan intelijen untuk meng-obok-obok umat Islam. ”Maka apa yang terjadi luar biasa menyakitkan, mengerikan dan mendiskreditkan nama Islam. Maksudnya agar yang dituduh seba-gai pelakunya adalah Islam,” katanya kepada Media Umat.
Dan, anehnya, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Ansyaad Mbai lang-sung menuding bahwa pelaku-nya adalah orang yang ingin menegakkan khilafah meski tanpa bukti apapun. ”Pikiran dan ucapan mereka dipersepsikan pelaku sebagai penghalang dari apa yang menjadi tujuan pelaku. Ideologi pelaku ingin mendirikan khilafah (negara Islam). Orang berpikiran seperti inilah yang kami hadapi," kata Mbai dalam diskusi "Setelah Bom Buku, Ter-bitlah Isu" di Jakarta (19/3).
Malam setelah ledakan di Utan Kayu, sebuah televisi swas-ta pun langsung membuat pro-paganda dalam sebuah diskusi dengan menghadirkan Hendro-priyono. Mantan Kepala BIN ini pun sama dengan Mbai lang-sung menuduh bahwa pihak yang berada di balik bom buku ini adalah mereka yang ingin me-nerapkan syariah dan khilafah.
Ketua Lajnah Siyasiyah DPP HTI Harits Abu Ulya menilai ada upaya BNPT untuk mencari legi-timasi dari sisi opini atau regulasi, yang nantinya dipakai untuk me-nindak secara represif kelompok-kelompok yang menyuarakan khilafah. “Ini merupakan langkah sengaja membangun opini dan propaganda untuk mengkri-minalisasi terminologi Khilafah,” katanya.
Selain itu, Harits menduga bom buku ini digunakan untuk pengondisian pembahasan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Intelijen. Tak lama berse-lang setelah ledakan di Utan Kayu, pemerintah melalui Badan Intelijen Negara (BIN) menyodor-kan draft RUU tersebut ke DPR. Dalam RUU itu, pihak intelijen meminta wewenang lebih untuk bisa menangkap orang yang di-duga melawan negara.
Konyol dan Dipaksakan
Juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto menilai, mengaitkan bom buku dengan upaya penegakan khila-fah merupakan cara konyol un-tuk mendiskreditkan gerakan khilafah.
Menurutnya, cara konyol itu dilakukan lantaran tidak satu jalan pun yang dapat digunakan oleh mereka untuk melawan se-cara intelektual, rasional, emosi-onal, maupun secara legal arus dukungan terhadap penegakan khilafah.
“Secara legal, berdakwah untuk menyadarkan kaum Muslim agar kembali menegakkan khilafah merupakan bagian dari kebebasan berpendapat yang dijamin oleh konstitusi atau UU yang ada,” ujarnya.
Secara emosional, justru khilafah dekat dengan emosi umat Islam yang saat ini merasa tertindas, merasa lemah, tidak mampu menghadapi berbagai tantangan yang menghadang datang dari musuh musuh Islam, kecuali bersatu dalam satu ko-mando seorang khalifah.
Secara rasional, tidak ada lagi yang bisa ditempuh umat Islam untuk menghadapi begitu banyak problem kecuali kembali kepada syariah dan khilafah. Secara intelektual, ini adalah gagas-an yang mempunyai basis teori yang sangat kokoh baik secara teologi, maupun secara historis. “Ditambah lagi bahwa pengusungnya, HTI, itu tidak pernah menggunakan jalan kekerasan di dalam menyampaikan penya-daran ini,” ungkapnya.
Ismail menjelaskan, mereka sangat kesulitan untuk memben-dung berkembangnya gagasan yang semakin hari semakin di-terima oleh masyarakat ini. Ber-bagai survei membuktikan ma-syarakat kian banyak yang men-dukung gagasan khilafah.[] humaidi
Perjuangan Khilafah Tanpa Kekerasan
Hizbut Tahrir menegaskan garis perjuangannya dalam menegakkan syariah dan khilafah tanpa kekerasan/angkat senjata (non violence). Hal ini bisa dilihat secara terbuka dalam buku-buku rujukan HT, seperti kitab Ta'rif (Mengenal HT) atau Manhaj Hizbut Tahrir fi Taghyir (Strategi Hizbut Tahrir Untuk Melakukan Perubahan).
Hizbut Tahrir dalam hal ini berkeyakinan, bahwa perubahan yang dicita-citakan harus dimulai dari pemikiran, serta meyakini bahwa masyarakat tidak dapat dipaksa untuk berubah dengan kekerasan dan teror. Karena itu, garis perjuangan Hizbut Tahrir sejak berdiri hingga hari Kiamat bersifat tetap, yaitu bersifat fikriyah (pemikiran), siyasiyah (politik) dan la madiyah wa la unfiyyah (non fisik dan kekerasan).
Terbukti, dalam aktivitasnya lebih dari 50 tahun sejak didirikan, HT tidak pernah sekalipun menggunakan kekerasan meskipun banyak penguasa yang bersikap represif dan kejam terhadap HT. Dalam wawancara dengan Al Jazeera, 17 Mei 2005, Craig Murray, mantan Duta Besar Inggris untuk Uzbekistan, mengatakan, “Hizbut Tahrir merupakan organisasi yang betul-betul tanpa kekerasan.” (http://www.English.aljzeera.net).
Bill Rammell mengatakan, “Kami belum menemukan bukti yang kuat bahwa Hizbut Tahrir adalah organisasi yang menyerukan kekerasan atau terorisme. Kita juga belum pernah melihat adanya hubungan kerja sama antara Hizbut Tahrir dan Alqaidah (UK FCO Minister Bill Rammell, Hansard, 19/4/04). ICG juga menyatakan hal yang sama tentang perbedaan HT yang melarang penggunaan aktivitas kekerasan dengan kelompok jihad (International Crisis Group, 2/3/05).
Dengan demikian, upaya mengkaitkan Hizbut Tahrir dengan terorisme adalah upaya pelacuran intelektual, yang penuh dengan kepentingan, khususnya kepentingan negara-negara besar, seperti AS dan Inggris. Penyebabnya tidak lain, karena HT dianggap merupakan ancaman potensial terhadap hegemoni kapitalisme global yang telah menyengsarakan umat manusia.[]
0 comments: