Akhirnya rezim Tunisia rontok oleh kekuatan umat. Rakyat Tunisia yang sudah muak dengan kepemimpinan sekuler pimpinan Zine El Abidine Ben Ali berhasil menggulingkan rezim tersebut setelah berkuasa selama puluhan tahun lamanya.
Diberitakan bahwa Ben Ali mundur ketika terjadi aksi demonstrasi besar-besaran di Tunis, ibukota Tunisia. Polisi terpaksa membubarkan demonstrasi dengan gas air mata. Sebanyak 13 orang dikabarkan tewas akibat bentrokan dengan aparat atas intuksi pemerintah. Sedangkan aktivis hak asasi manusia melaporkan sedikitnya 60 orang tewas dalam huru hara tersebut. (kanal internasional online, 14/01).
Revolusi Tunisia inipun tampaknya sudah menjadi virus yang menyebar cepat ke sejumlah negara Arab. Sebagaimana diberitakan rakyat merdeka online, beberapa negara bagian Arab dilaporkan mulai diguncang aksi unjuk rasa menentang pemerintahan sah negaranya masing-masing. Misalnya di ibukota Yordania, Amman. Sejumlah massa kelompok oposisi berorasi sambil berpidato di depan para peserta aksi demo. Mereka berteriak lantang, merasakan penderitaan yang sama dengan warga Tunisia. Sementara di Yaman, kelompok-kelompok mahasiswa turun ke jalan di ibukota negara, Sanaa sambil menyerukan revolusi terhadap para pemimpin Arab yang penuh “tipu daya”.
Di massa kepemimpinannya sejak tahun 1987, Ben Ali berlaku semena-mena terhadap rakyatnya. kehidupan rakyat semakin memburuk, kemiskinan semakin luas, harga-harga kebutuhan pokok semakin meningkat, pengangguran bertambah banyak, khususnya kaum muda. Sementara itu , asset negara terus menumpuk disekitar kroni-kroni Ben Ali, sehingga tak lagi menyisakan bagi kepentingan rakyat. Rakyat benar-benar terkecik dengan segala kebijakan dan penguasaan yang dilakukan oleh rejim tersebut. Ben Ali juga dikenal bertindak sangat represif terhadap para aktivis Islam yang ingin memperjuangkan tegaknya Islam. (eramuslim.com).
Ada dua kubu dalam krisis di Negara yang penduduknya 99% Muslim itu, pertama adalah kubu rezim yang di dukung oleh polisi dan militer. Seperti pada umumnya, pihak militer memang harus mengabdi pada rezim yang sedang berkuasa. Meskipun tidak menutup kemungkinan dalam hati kecil mereka juga tidak menginginkan adanya peristiwa berdarah itu. Itulah kenapa militer seringkali di posisikan sebagai pihak korban instruksi atau korban dari sistem. Sementara itu kubu yang kedua adalah rakyat yang menginginkan tergulingnya rezim.
Dari situ dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor utama terjadinya perubahan adalah umat. Sedangkan dalam sejarahnya apabila sebuah Negara itu ingin benar-benar berubah adalah dengan jalan perubahan yang bersifat revolusioner. Tidak cukup hanya berganti orang yang berkuasa namun juga harus berganti sistem.
Beberapa peristiwa revolusi di dunia diantaranya: Revolusi disertai kekerasan: Revolusi Perancis (1799 M), revolusi China (1927 M – 1949 M), dan revolusi Indonesia yang membebaskan diri dari cengkeraman penjajah (1945 M). Revolusi tanpa kekerasan: revolusi Iran (1979 M), revolusi Philipina (1986 M), juga Perubahan revolusioner Islam yang dilakukan Rasul Saw dan para sahabat di madinah ketika itu.
Islam sendiri telah mencontohkan ada dua model perubahan, yakni perubahan secara Parsial (islahiyah), ini dilakukan bila sistem Islam masih diterapkan dan kerusakan hanya pada cabang-cabangnya saja. Yang kedua perubahan secara Revolusioner (inqilabiyah), yang ini jika keadaan sudah rusak dari akarnya.
Pertanyaanya mau dibawa kemana Tunisia pasca revolusi?, sebagai Negara yang berpenduduk mayoritas Muslim tentunya tidak ada pilihan lain kecuali berubah dari Negara sekuler ke Negara Islam, Negara yang menerapkan syariah Islam secara kaffah dalam bingkai Negara khilafah. Karena hal itu merupakan tuntutan keimanan mereka, disamping itu dapat membuat Negara yang berbatasan dengan Aljazair tersebut menjadi Negara yang maju dan sejahtera. Namun tentu jika ingin menuju ke sistem Islam, haruslah ada dukungan umat, termasuk militer setempat.
Disisi lain, Amerika telah berancang-ancang untuk meyodorkan solusi tersendiri untuk Negara itu. Seperti dilansir wartanews, hal tersebut disampaikan Obama kepada sahabat dekatnya, Presiden Mesir Husni Mubarok, sesaat setelah tergulingnya Rezim Ben Ali.
Indonesia & Tunisia menerapkan sistem sekulerisme
Sejatinya kondisi di Tunisia bisa dikatakan tidak jauh beda dengan apa yang dialami oleh Indonesia yang notabene juga sama-sama berpenduduk mayoritas Muslim ini. Sama-sama menerapkan sistem sekurelisme, sama-sama juga sedang terpuruk kondisi negaranya. Cuma bedanya penguasa di sini lebih mengedepankan soft power untuk ‘menjinakkan’ para aktivis Islam. Maksudnya untuk mengendorkan perjuangan penegakkan ideologi Islam.
Bagi aktivis Islam yang dianggap radikal maka rezim di sini menggandeng/digandeng Amerika serikat dengan ‘war on terrorist’ nya. Tetapi lagi-lagi disayangkan, yang terjadi dilapangan, dalam hal ini Densus 88 sebagai ujung tombaknya seringkali bertindak ngawur, banyak orang-orang yang tidak bersalah dijadikan sasaran. Bahkan disebut-sebut, Densus 88 telah melakukan pelanggaran HAM berat dalam penangana kasus terorisme ini.
Ideologi Islam ternyata juga tidak mati, bahkan semakin tumbuh subur. Akhirnya baru-baru ini juga dimunculkan strategi deradikalisasi untuk mensekulerkan umat Islam di Indonesia. Disisi lain, aktivis Islam yang mencoba berjuang lewat dalam sistem, perlahan-lahan terus ditarik hingga meninggalkan ideologinya.
Jelaslah kedua Negri muslim ini tengah di atur dengan sebuah sistem kufur, sistem buatan manusia yang bertentangan dengan akidah dan syariah Islam. Sebagai muslim, tentu hal ini tidak boleh didiamkan, syariah dan khilafah harus di tegakkan, sekulerisme harus di singkirkan.
Prospek Revolusi Islam Indonesia
Guna menuju revolusi Islam di Indonesia maka harus ada dua faktor penting, pertama: mayoritas masyarakat menginginkan tegaknya ideologi Islam, atau minimal mereka tidak menentangnya. Kedua: pihak-pihak yang memiliki kekuatan riil (militer, tokoh umat, dll) di tengah-tengah umat juga mau untuk menjadi pendukung tegaknya hukum-hukum Allah tersebut.
Kondisi saat ini, menurut hemat penulis, ada tiga kelompok yang berada di tengah-tengah masyarakat. Diantaranya:
1. Kelompok pejuang dan pendukung tegaknya ideologi Islam
2. Kelompok masyarakat netral.
3. Kelompok penentang ideologi Islam.
Kelompok pertama ialah para aktivis dakwah yang berjuang untuk mewujudkan cita-cita mulianya itu. Mereka terdiri dari individu maupun kelompok Islam (partai/ormas) baik yang konsisten dalam perjuangan maupun tidak. Ditambah masyarakat yang telah memahami bahwa Islam harus ditegakkan dan mereka mendukung perjuangan.
Sementara kelompok kedua merupakan sebagian masyarakat di pedesaan maupun perkotaan. Kelompok ini tidak begitu peduli dengan pertarungan ideologi yang ada disebabkan sebagian besar diantara mereka belum begitu paham jika Islam merupakan sebuah ideologi, dan jika perjuangan penegakkan syariah dan khilafah merupakan konsekwensi akidah mereka.
Sedangkan kelompok ketiga, ini bisa di katakan sebagai penyakit, mereka diantaranya: aktivis liberal, pengemban kapitalisme, pejuang sosialisme, dll. Sejatinya jumlah mereka sangat sedikit, namun seolah-olah berjumlah banyak sebab mereka sering “nyanyi” di media dikarenakan juga didukung oleh sebagian besar media sekuler. Dalam kasus ini sering dilakukan oleh kelompok liberal.
Teruntuk kelompok pejuang sosialisme, mereka sering mengklaim punya massa banyak, yakni kaum buruh, padahal mereka cuma menungganginya dalam rangka para buruh yang ingin memperoleh hak-haknya. Mayoritas kaum buruh adalah masuk kelompok kedua.
Kultur Islam
Kultur masyarakat Indonesia adalah kultur Islam tentunya hal ini sangat kondusif untuk tegaknya Ideologi Islam di Negri ini. Dalam hati kecil mereka begitu mencintai Islam, entah seperti apapun tingkat keimanan mereka. Ada kejadian menarik yang pernah di alami oleh penulis, saat salah seorang preman mengatakan pada penulis “Mas, saya itu orangnya begini, tapi saya akan marah jika Islam dihina dan dilecehkan” (dalam bahasa jawa). Pada kasus lain, di orang yang tidak sama, saat menceritakan peristiwa gempa di Bengkulu dan orangnya kebetulan waktu itu berada disana, mengatakan: “Mas, aku dulu takut sekali saat gempa, yang ada dipikiranku, bahwa aku belum sholat mas”.
Itulah contoh-contoh yang menunjukkan jika sejatinya kultur masyarakat Indonesia adalah kultur Islam. Orang-orang yang seperti ini juga merupakan objek dakwah yang berhak mendapatkan pesan dakwah Islam, karena mereka juga merupakan korban dari sistem sekulerisme yang telah melahirkan banyak generasi yang jauh dari ajarannya. Mereka bagian dari kelompok kedua.
Sebagian masyarakat Indonesia mungkin belum paham betul tentang Ideologi Islam, namun jika dikatakan bahwa Ideologi Islam itu adalah hukum-hukumnya Allah, dari Allah Swt, maka akan sulit bagi mereka untuk menolak penerapannya. Apalagi bila disampaikan bahwa hukum Allah niscaya membuat Indonesia menjadi maju dan sejahtera.
Potensi Indonesia
Indonesia memiliki potensi yang cukup bagus bilamana khilafah tegak mulai dari negri ini. Setidaknya hal ini di dasarkan dari beberapa pertimbangan:
1. Secara geo-politik dan geografis, Indonesia memiliki wilayah yang luas, jumlah penduduknya sangat banyak, tentaranya juga banyak. Tentu hal ini akan membuat Indonesia dengan pertolongan Allah menjadi Negara yang kuat ketika tegak Ideologi Islam.
Wilayah Indonesia terbentang sepanjang 3.977 mil antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Apabila perairan antara pulau-pulau itu digabungkan, maka luas Indonesia menjadi1.9 juta mil persegi. Dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwa.
Sementara jumlah tentaranya berdasarkan data Center for Strategic and International Studies (CSIS) pada tahun 2006 dan Jaffa Center of Strategic Studies (JCSS), Indonesia memiliki 316.000 tentara aktif , 400.000 pasukan cadangan, dan 207.000 paramiliter. Tentara-tentara ini tentunya akan menjadi semakin hebat dengan sentuhan akidah Islam, dan bukan nasionalisme. Sekeras apapun mereka, niscaya akan luluh ketika berhasil tersentuh dengan akidah Islam yang mendalam, contohnya adalah Umar bin Al-khatab. Apalagi sebagian besar dari mereka sudah Muslim.
2. Secara geo-ekonomi, Indonesia merupakan Negara ‘zamrud katulistiwa’ yang kaya akan kekayaan alam, tanahnya subur, hutannya luas. Hal ini tentunya menjadikan Indonesia sebagai wilayah yang strategis untuk tegaknya khilafah Islam. Dalam catatan Dr. Fahmi Amhar (Praktisi Bakosurtanal) bahwa nilai potensi lestari laut Indonesia baik hayati, non hayati, maupun wisata adalah sekitar US$ 82 Milyar atau Rp. 738 Triliun. (Al-Waie, 2010).
Sementara di sektor Migas ada Ada 60 cekungan besar minyak bumi dan gas, serta 11 yang sudah berproduksi yaitu: Cekungan Sumatera Utara, Cekungan Sunda, Cekungan Jawa Timur Laut, Cekungan Bone, Cekungan Kutai, Cekungan Seram, Cekungan Salawati dan Cekungan Bintuni, Cekungan Sibolga (tahap eksplorasi), Cekungan Bengkulu (tahap eksplorasi), Cekungan Jawa Selatan (tahap eksplorasi), Cekungan Bangai (tahap eksplorasi). Dari 11 yang sudah berproduksi dihasilkan minyak bumi sebesar 1,93 miliar barel dan gas bumi sebesar 107,5 TCF. (waspada.co.id 2008).
Kekayaan emas Freeport di papua, cadangan emas dan perak juga terdapat di Delta Kapuas, Kepulauan Riau, Pantai Sukabumi. Dan masih banyak lagi kekayaan alam yang di anugerahkan oleh Allah SWT kepada Indonesia. Namun sayangnya sekarang ini banyak dikuasai oleh segelintir orang, terutama asing karena sistem kapitalisme yang dianut.
Syariah Islam semakin diterima
Seiring waktu berjalan, syariah Islam semakin mendapat tempat di hati masyarakat Indonesia. Ada sebuah poling yang cukup mengejutkan dilakukan oleh sebuah lembaga survei yang di monitoring universitas Mariland AS pada tahun 2007, meskipun agak ditutup-tutupi, diantaranya dilakukan di Indonesia dan hasilnya: kebanyakan responden sepakat terhadap penegakkan syariah dan khilafah dengan prosentase 53%, lebih rendah dibandingkan prosentase Negri-Negri Islam lain (Mesir 71%, Pakistan 79%, Maroko 76%).
Hari demi hari syariah Islam Alhamdulillah semakin diterima, tanda-tanda kebengkitan Islam pun sudah tampak di depan mata. Tak heran jika National Intelelligence Council’s (NIC) pernah merilis sebuah laporan yang berjudul Mapping the Global Future. Dalam laporannya itu diprediksikan bahwa akan ada empat skenario besar dunia di tahun 2020, salah satu yang disebutkan adalah A New Chaliphate atau berdirinya kembali khilafah Islam, sebuah pemerintahan Islam global yang mampu memberikan tantangan pada norma-norma dan nilai-nilai global.
Demikian juga cukup menarik isi dari sebuah buku karya Mr. Michael Buriyev (Wakil Ketua Parlemen Rusia) yang menyatakan: dunia sedang menuju menjadi 5 negara besar yakni: Rusia, Cina, Khilafah Islam, Konfederasi Dua Amerika, dan India jika India bisa bebas dari cengkraman Islam yang mengurungnya (Pakistan, Bangladesh, Kasmir, Afganistan).
Menuju Khilafah Islam
Barang siapa yang meneliti sirah nabi, maka akan ditemukan bahwa Rasulullah telah melakukan langkah-langkah terarah untuk menuju tegaknya Ideologi Islam.
Pertama, Setelah diangkat menjadi rasul, Beliau mendidik calon-calon kader dakwahnya seperti Abu Bakar Ash-Shidiq, Ali bin Abi Tholib, Zaid bin Haritsah, dan sahabat yang lain. Mereka digembleng secara terpadu oleh Rasululloh di rumahnya Arqam bin Arqam.
Kedua, para sahabat yang dibina tadi ditugaskan oleh Rasul untuk melakukan dakwah Islam, menggulirkan pergolakan pemikiran, menyadarkan masyarakat yang dahulunya pemikiran, perasaan, tingkah lakunya masih jahiliah diubah menjadi pemikiran, perasaan, dan tingkah laku yang Islami. Masyarakat yang tadinya penyembah berhala, diganti dengan penyembahan hanya kepada Allah semata. Kelompok (hizb) dakwah ini dikomandoi langsung oleh Baginda Rasulullah SAW.
Ketiga, Rasul selaku pemimpin kelompok (hizb) dakwah tersebut juga melakukan aktivitas yang dikenal dengan istilah Thalabun Nushrah (mencari pertolongan) kepada pihak yang mempunyai kekuatan riil (ahlul kuwwah). Beliau pernah mendatangi kabilah-kabilah semacam; Bani Hanifah, Bani Kalb, bahkan Bani Tsaqif di Thoif Rosul sempat dilempari batu oleh penduduk setempat sampai kakinya berdarah-darah. Melalui sikap konsisten Beliau, akhirnya datang juga pertolongan Allah dengan bersedianya suku Aus dan Khazraj menerima pinangan Rasulullah. Sebelumnya mereka telah didakwahi oleh para sahabat.
Alhasil, kelompok (hizb) Rasul yang memotori perubahan tersebut, ditopang oleh masyarakat yang telah terbentuk kesadarannya sehingga menginginkan perubahan ke arah Islam. Mereka hanya mau diatur dengan wahyu bukan yang lainnya, pihak ahlul kuwwah pun juga mendukung tegaknya Ideologi Islam, maka sudah tidak ada yang mampu membendung lahirnya Daulah Islam pertama di Madinah waktu itu.
Selamatkan dengan Syariah
Indonesia, Tunisia, dan negri-negri lain harus di selamatkan dengan Islam. Sistem ini telah menjadikan Raksasa Islam tertidur lelap, dijajah, dan di hinakan oleh Musuh-Musuh Islam.
Karena itu, pembinaan pada umat dengan pemikiran Islam yang Ideologis harus terus digelorakan. Melakukan counter pemikiran atas apa yang disuarakan oleh kaum liberal yang biasa mengatakan Syariah Islam adalah ancaman bagi Indonesia, namun sebaliknya, Islam akan menyelamatkan Indonesia dari keterpurukan. Kapitalismelah ancaman yang sebenarnya.
Mesti di jelaskan kepada umat secara keseluruhan, termasuk diantaranya jajaran militer, tokoh masyarakat, juga para intelektual, atas kepalsuan ide-ide selain Islam seperti Kapitalisme, sosialisme, sekulerisme, pluralisme, Liberalisme Dst. Serta melakukan dakwah yang bersifat politis dengan mengajak umat untuk menerapkan syariah Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan. Karena semua ini adalah konsekwensi keimanannya sebagai muslim.
Revolusi di Tunisia paling tidak menunjukkan bahwa kekuatan umat merupakan faktor penting terjadinya perubahan. Mari selamatkan Indonesia dengan Syariah, untuk apa mempertahankan penguasa pembohong dan sistem yang nyata-nyata membuat Indonesia menjadi terpuruk dan bertentangan dengan akidah Islam. Ingatlah bahwa pertolongan Allah itu amat dekat. Wallahu a’lam bi ash-shawab
By: Ali Mustofa
0 comments: