Kenapa Bunuh Bangsa Sendiri?

  • Posted by Bambang Sugiarto
  • at 4/26/2011 10:49:00 AM -
  • 0 comments
Dor..dor..dor… warga sipil yang dianggap sebagai teroris oleh polisi, tewas. Mereka yang semula didakwa sebagai perampok, belakangan dikait-kaitkan dengan jaringan teroris. Dalihnya macam-macam. Sampai-sampai muncul nama Abu Thalut yang dikatakan lebih berbahaya dibandingkan Noordin M Top dan Dr Azahari. Seperti apa sebenarnya yang terjadi. Untuk mengupasnya wartawan Media Umat Joko Prasetyo mewawancarai Umar Abduh, seorang pengamat intelijen.

Apakah Anda melihat ada keganjilan dalam perampokan Bank CIMB Niaga di Medan?
Perampokannya tidak ada yang ganjil. Justru spektakuler. Yang ganjil itu penanganan dan pengungkapannya. Mengapa yang memfotonya itu tidak lapor dan tidak diperiksa? Ini pasti ada permainan. Sampai kemarin (24/9) yang dijelaskan Kapolri itu kan tidak menyangkut perampokan tetapi jaringan teroris. Kalau bahasannya teroris, dari dulu hingga sekarang kan mau dihubungkan ke mana saja bisa. Tapi terkait perampokan itu siapa, kan belum ketemu.
Jadi itu baru asumsi oleh pihak Densus 88. Katanya ini merupakan jaringan lama. Nah, kalau sudah tahu bahwa ini jaringan lama, mengapa tidak ditangkap sebelum merampok? Itu persoalannya! Mengapa yang turun Gorries Merre? Bukannya Polda Sumatera Utara (Poldasu)? Jadi Poldasu itu fungsinya untuk apa? Kalau memang sudah tahu sejak dulu, ya harus diserahkan kepada Poldasu.
Keganjilan lainnya ya, kok bisa ada reality show penggerebekan orang-orang yang diduga sebagai teroris itu. Kok bisa tvOne mengabadikan dari awal sampai akhir? Menyiarkan darah segar berceceran. Yang seperti ini dalam UU ada tidak? Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) kok diam.
Jadi yang ganjil itu penanganan dan pengungkapannya! Karena yang diungkap bukan perampokannya tetapi terorismenya. Lha, terorisme kan mainan mereka. Artinya, keberadaanya sudah diketahui tidak ditangkap-tangkap tetapi nunggu sampai berbuat dulu. Dijebak dulu baru ditangkap. Ini negara apa? Aparat apa? Bangsanya sendiri kok dijebak dan ditembak.

Harusnya dibagaimanakan?
Harusnya kan diantisipasi. Dilakukan pendekatan yang baik. Kalau memang mau merampok, “Hei jangan rampok! Rencanamu sudah kami ketahui.” Kan bisa seperti itu. Kalau ditembak, untuk apa diungkap? Ditembak tertelungkup lagi. Kalau sudah tiarap itu jangan ditembak lagi dong! Diikat kan bisa.
Jadi saya lihat, karena tidak mampu mengungkapkan perampokan yang sesungguhnya maka dikait-kaitkanlah dengan terorisme supaya seram. Katanya anggota teroris Abu Thalut cuma 39. Tapi mengapa konsinyir-nya sampai seluruh Indonesia? Berarti curiga sama TNI dong. Jadi yang melakoni ini bukan teroris tetapi TNI.

Mengapa Gorries Merre seringkali muncul di kasus-kasus seperti ini?
Selalu ada! Mengapa selalu ada Ecep S Yasa juga? Mengapa tvOne selalu ikut? Nah, itu setiap pengungkapan terorisme selalu ada reality show. Jadi kalau reality show, semuanya bohong! Ada sutradaranya.
Bayangkan, sejak delapan tahun lalu sampai sekarang tidak bisa menggulung yang namanya teroris. Kok tokoh terorisnya ganti-ganti? Selama ini ngapain intelijen itu? Densus 88 ngapain aja? Katanya ada orang dalam yang disusupkan, dipupuk, terus dipanen. Lha iya, kalau begitu jadi siapa yang tahu?

Densus 88?
Makanya polisi tidak tahu sama sekali. Yang tahu ya yang mengorganisir terorisme itu sendiri.

Siapa?
Lho yang manen itu siapa? Yang nanam siapa? Yang mupuk siapa? Wong, ponselnya sudah ketemu semua kok. Pakai GPS kan bisa, semuanya itu ketahuan. Berarti kan ada yang ditanam di sana, yang ditanam ditembak juga, biar tidak banyak ngomong lagi.

Kembali ke Gorries Merre, sebenarnya apa sih peran dia?
Ya 'sutradaranya' dong. Sutradara dalam tanda kutip ditulisnya. Karena dialah yang patut dituduh, patut diduga sebagai sutradara proyek terorisme. Bagaimana sebuah operasai kok bisa diliput oleh televisi. Aturan mana itu?

Apakah Gorries Merre makelar yang menghubungkan antara pemerintah dan asing dalam proyek terorisme ini?
Ya. Gorries Merre yang berhubungan langsung dengan intelijen dari Israel, Amerika dan negara-negara yang menandatangani proyek terorisme. Operator langsung kan dia pimpinannya.

Kalau Abu Thalut itu siapa?
Dulu ia pernah jadi Mantiki III JI. Setelah pecah, ia tidak jadi lagi. Ia ditangkap gara-gara punya senjata di rumahnya. Dihukum 8,5 tahun, setelah dipenjara 6,5 tahun ia dibebaskan karena dapat remisi. Berarti kan dia bukan teroris karena teroris kan tidak dapat remisi. Karena memang ia sebenarnya tidak terlibat pengeboman di mana-mana, seperti halnya grup lain yang dikaitkan dengan Bom Bali.
Tiba-tiba dikatakan bahwa dia anggota teroris, ya tidak bisa dong. Ini menunjukkan Polri, BNPT, BIN, tidak punya database. Terbukti berkali-kali pro yustisia Polri itu gombal. Dari 100 persen pro yustisia Polri, yang terbukti hanya 30 persen. Jadi yang 70 persen gombal.
Ingat lho, tidak semua orang yang dituduh JI atau teroris itu menghalalkan perampokan. Apalagi Abu Bakar Baasyir, jelas-jelas tidak mau dia itu.

Penyerangan ke Polsek Hamparan Perak merupakan balas dendam kawanan perampok/teroris?
Apa dasarnya mengatakan seperti itu? Kalau dugaan saja, ikut ludruk saja. Yang sampai dibawa ke pengadilan saja terbukti gombal kok, apalagi ini. Kalau memang itu pembalasan, mengapa yang konsinyir di seluruh polsek, polres, polda seluruh Indonesia, tidak hanya di Sumut saja? Katanya kelompok Abu Thalut tinggal 39. Masa jadi 33 Provinsi? Jadi gombal semua itu. Jadi bila konsinyirnya sampai menasional seperti itu berarti yang dihadapinya adalah temannya sendiri yang pegang senjata dong.

Siapa?
Ya, bisa Denbravo, Kostrad, Denjaka, dan lainnya. Bisa juga dari polisi sendiri yang tidak suka Densus 88. Kenapa bangsa ini jahat kepada bangsanya sendiri? Mengapa pemerintah ini jahat kepada bangsanya sendiri yang notabene keluarganya sendiri? Kok tidak dididik, dibina? Malah dijebak, dibinasakan.

Kenapa?
Karena jadi budaknya Yahudi. Hanya Yahudi yang tega sama keluarganya sendiri itu. Setan saja tidak mau makan setan.

Apakah pola penjebakan dan pembinasaan kali ini sama dengan pola Komando Jihad?
Cara menjebak dan membinasakannya masih bagus pada operasi Komando Jihad. Yang dikorbankannya hanya sedikit. Ditangkap semuanya, terus diam. Tiga tahun lagi baru nangkap lagi. Tidak tiap bulan seperti sekarang ini.

Untuk apa sih pemerintah melakukan operasi intelijen semacam ini?
Ada kemungkinan dijebak oleh tentara untuk membusukkan Polri di bawah demokrasi. Jadi demokrasi ini demokrasi gadungan. Yang memelintir-melintir ini ya militer gadungan, militer yang menciderai konstitusi dan mengkhianati sumpah prajurit dan sumpah sapta marganya sehingga perlu menggunakan tangan Polri. Nanti kalau jelek, yang jelek namanya kan Polri. Polri jadi pelanggar HAM yang lebih berat dibanding tentara di era Soeharto. TNI naik lagi. Hanya yang jadi Kapolri memang jelek semua.

Mengapa TNI gadungan melakukan itu?
Karena budak Yahudi. Mentalnya juga ya mental budak yang disuruh-suruh dong. Tidak punya kepribadian. Jadi tidak ada kemerdekaan dan kemandirian. Ikut saja apa kata pihak yang bayar. Sehingga sadisme, melanggar HAM, dibiarkan saja. Seharusnya media massa kritis dong, jadi ketika sadisme ini disuguhkan, kita menolak.

Bagaimana bila pemerintah dan media berdalih ini kan transparansi, biar masyarakat tahu penggerebegan?
Kenapa Century tidak dibuka? Teroris buka-bukaan, Century kok tidak boleh. Jadi gimana ini? VOC ini, jadi seperti tentara VOC Kompeni ini! Maling kambing disuruh rekonstruksi teriak-teriakan, tapi kalau kompeni ambil emas, serobot tanah diam saja kan? Terselubung, bersembunyi.

Kalau polisinya?
Ya seperti Opas! Opas Kompeni. Memalukan ini. Sepuluh tahun reformasi, isinya gombal semua![]

Author

Written by Admin

Aliquam molestie ligula vitae nunc lobortis dictum varius tellus porttitor. Suspendisse vehicula diam a ligula malesuada a pellentesque turpis facilisis. Vestibulum a urna elit. Nulla bibendum dolor suscipit tortor euismod eu laoreet odio facilisis.

0 comments: